Kamis, 23 Oktober 2008

Pasar

Pasar, disamping sebagai tempat bertemunya para pedagang dan pembeli, juga sebagai pusat perputaran roda ekonomi. Di tempat inilah, terjadi interaksi yang cukup dinamis antar individu dengan berbagai ragam latar belakangnya . Begitu juga dengan Pasar Besar Madiun, sehingga ketika pasar ini terbakar (dibakar?), maka timbullah gejolak sosial. Ditambah dengan adanya rasa trauma karena kasus kebakaran ini baru saja terjadi pada tahun 2001.
Berbagai spekulasipun bermunculan seiring dengan terjadinya kebakaran ini. Apa yang menjadi faktor penyebab kebakaran? Apakah kebakaran ini terjadi dengan sendirinya atau memang ada pihak-pihak tertentu yang melakukannya? Dan spekuliasi ini pun emakin melebar, karena terjadinya kebakaran bertepatan dengan adanya Pemilihan Wali Kota. Sehingga, spekulasi yang pada tahun 2001 sempat muncul dalam ranah kriminal, maka pada kasus kebakaran ini melebar pada ranah politik.
Semua pertanyaan ini tentu saja harus dijawab, untuk menghindari berkembangnya spekulasi yang liar dan tidak bertanggung jawab. Dan inilah yang menjadi tugas pihak berwenang dalam hal ini aparat kepolisian. Tentunya dengan harapan, aparat kepolisian mampu menghasilkan penyelidikan yang fair dan terbuka, terlepas dari segala intervensi dari pihak manapun.
Disamping itu, masih akan muncul permasalahan sosial lainnya. Berapa banyak pengangguran yang timbul akibat kebakaran ini dan sejauh mana mereka mampu bertahan dengan kondisi tersebut sehingga tidak menimbulkan dampak sosial lainnya, seperti meningkatnya tindak kriminal. Hal ini harus diwaspadai, karena salah satu faktor penyebab timbulnya tindak kriminal adalah lapangan pekerjaan yang sempit.
Berkaca pada kasus kebakaran 2001, yang menjadi permasalahan waktu itu adalah penampungan sementara bagi para pedagang. Berbagai alternatif tempat bermunculan, seperti lingkungan dekat stadion Wilis seperti dulu, lapangan Gulun, Demangan atau memanfaatkan jalan Sudirman mulai dari perempatan Tugu sampai pertigaan jalan Dr. Sutomo seperti pada saat renovasi pasar tahun 1994. Mudahnya alat transportasi untuk menjangkau tempat penampuangan sementara, merupakan syarat mutlak dalam menentukan keputusan ini.
Belum cukup sampai di sini, ketika tempat penampungan rampung, bagaimana pembagian tempat bagi para pedagang? Hal ini juga merupakan permasalahan tersendiri. Jika pihak berwenang, dalam hal ini dinas Pasar, tidak menerapkan parameter yang jelas dan tegas, maka dikhawatirkan akan timbul konflik horizontal antar para pedagang.
Menatap jauh ke depan, ketika pembangunan pasar sudah selesai, masalah krusial yang muncul adalah –sekali lagi- penempatan para pedagang. Kasus penempatan pedagang ketika Pasar Besar Madiun selesai dibangun pada tahun 2003, menimbulkan permasalahan sendiri yang cukup ruwet. Posisi strategis tentunya banyak diminati. Celakanya, ketika ada oknum pedagang yang nakal dan main mata demi kepentingan pribadi, maka tidak menutup kemungkinan akan timbul lagi konflik horizontal seperti pada tahun 2003. Di sinilah dibutuhkan sebuah keputusan yang transparan, bertanggung jawab, komperehensip serta ketegasan dari pihak yang berwenang. Sehingga permasalahan yang dulu pernah timbul, tidak akan terulang lagi.

1 komentar:

Mulyati mengatakan...

Lho kok blog e ndak pernah diupdate ki piye